PALOPO — Pasien peserta BPJS Kesehatan mengeluhkan pelayanan RSUD Sawerigading yang mengaku diminta oleh pihak RS untuk membeli obat di luar dengan biaya sendiri dikarenakan stok obat yang diresepkan tidak tersedia
” Stok obat kami tidak ada Bu, diluar Ki Apotik beli obatnya,” ujar salah satu petugas RS di Apotik RSUD Sawerigading kepada keluarga pasien.
Usai membeli obat di Apotik keluarga pasien pun diberikan kuitansi dan distempeli untuk digantikan (remburs) di loket RS.
“Maaf Bu, dana kami sudah habis, hari Senin Pi lagi ke sini untuk gantikan biaya pembelian obat ta, ” ujar salah satu petugas RS yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (12/7/2025).
Pihak keluarga pasien pun keberatan dan menyayangkan hal ini
“Kasian dong kami sebagai peserta BPJS Kesehatan, orang sudah sakit, beli obat pake biaya sendiri, blum lagi saat mau diklaim kuitansi pembelian obat, heh, uangnya habis di loket pembayaran, bobrok dan sudah merugikan orang kalo sudah begini,” ungkap Salmawati kepada media ini.
Kepala Cabang BPJS Kesehatan Palopo Dahniar Hasyim Dahlan, SE,. M.M., AAAK, melalui Kabag SDM, Umum dan Komunikasi BPJS Kesehatan Palopo, Syahrir mengatakan hal itu ranah internal RS.
“Maaf Pak, sepertinya ini adalah ranah internal RS, termasuk apotik di dalamnya,” tulisnya via WhatsApp, Minggu (13/7/2025)
Ketika ditanya terkait faskes yang memberikan pelayanan seperti diatas terhadap peserta BPJS kesehatan hanya, pihaknya hanya mengarahkan untuk membuat pengaduan di kanal resmi milik BPJS kesehatan
“Seperti yang sudah saya sampaikan kemarin Pak, ini adalah salah satu kondisi di mana pasien (peserta JKN) merasa dirugikan. Agar ini menjadi bahan diskusi BPJS Kesehatan dengan RS, saran saya adalah silahkan diadukan melalui kanal2 resmi Pak. Dan ini akan menjadi pelajaran yang dapat disampaikan juga ke fasilitas kesehatan yang lain, tidak hanya di Palopo,” tambahnya.
Praktik tersebut jelas tidak dibenarkan. Pasalnya, ketersediaan obat untuk peserta JKN merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda), dan fasilitas kesehatan (faskes).
Tak hanya itu, pelayanan obat juga sudah termasuk dalam komponen tarif paket INA CBG’s yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada faskes rujukan. Oleh karena itu, dalam memberikan pelayanan kesehatan, faskes tidak diperkenankan menarik biaya dari peserta untuk obat ataupun alat kesehatan. Pelayanan obat, termasuk alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, harus mengikuti daftar pedoman yang diterapkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang tertuang dalam Formularium Nasional (Fornas).
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 58 dan 59. Selain itu, dalam kontrak kerja sama yang ditandatangani oleh BPJS Kesehatan dengan faskes, ditegaskan bahwa faskes tidak dibolehkan melakukan pungutan biaya tambahan kepada peserta JKN di luar ketentuan berlaku. Pungutan biaya tambahan yang diperbolehkan hanya terkait selisih biaya rawat inap untuk pasien yang ingin naik kelas perawatan di atas hak kelas rawatnya dan alat bantu kesehatan yang dibayarkan di luar paket INA CBG’s.
Berdasarkan perjanjian tersebut, pemungutan biaya tambahan untuk obat yang dilakukan oleh faskes dengan alasan kekosongan obat jelas melanggar ketentuan Program JKN dan kerja sama yang telah disepakati dengan BPJS Kesehatan. Namun, pada praktiknya, masih ditemukan oknum yang meminta pasien JKN menebus obat di luar RS. Pelanggaran ini biasanya juga terjadi karena ketidaktahuan peserta JKN mengenai ketentuan pelayanan obat. Meski begitu, jika ditemukan pihak RS yang memungut biaya tambahan di luar ketentuan, BPJS Kesehatan berhak melakukan teguran tertulis.
Praktik tersebut jelas tidak dibenarkan. Pasalnya, ketersediaan obat untuk peserta JKN merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda), dan fasilitas kesehatan (faskes).
Tak hanya itu, pelayanan obat juga sudah termasuk dalam komponen tarif paket INA CBG’s yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada faskes rujukan. Oleh karena itu, dalam memberikan pelayanan kesehatan, faskes tidak diperkenankan menarik biaya dari peserta untuk obat ataupun alat kesehatan. Pelayanan obat, termasuk alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, harus mengikuti daftar pedoman yang diterapkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang tertuang dalam Formularium Nasional (Fornas).
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 58 dan 59. Selain itu, dalam kontrak kerja sama yang ditandatangani oleh BPJS Kesehatan dengan faskes, ditegaskan bahwa faskes tidak dibolehkan melakukan pungutan biaya tambahan kepada peserta JKN di luar ketentuan berlaku. Pungutan biaya tambahan yang diperbolehkan hanya terkait selisih biaya rawat inap untuk pasien yang ingin naik kelas perawatan di atas hak kelas rawatnya dan alat bantu kesehatan yang dibayarkan di luar paket INA CBG’s.
Berdasarkan perjanjian tersebut, pemungutan biaya tambahan untuk obat yang dilakukan oleh faskes dengan alasan kekosongan obat jelas melanggar ketentuan Program JKN dan kerja sama yang telah disepakati dengan BPJS Kesehatan. Namun, pada praktiknya, masih ditemukan oknum yang meminta pasien JKN menebus obat di luar RS. Pelanggaran ini biasanya juga terjadi karena ketidaktahuan peserta JKN mengenai ketentuan pelayanan obat. Meski begitu, jika ditemukan pihak RS yang memungut biaya tambahan di luar ketentuan, BPJS Kesehatan berhak melakukan teguran tertulis. (RH/*)